Launching buku itu dihadiri ratusan penyair dan sastrawan dari berbagai kota, seperti Semarang, Solo, Cirebon, Sragen, Cirebon, dan Kalimantan. Nampak hadir pula di tengah ratusan sastrawan itu, antara lain Thomas Budi Santoso, Sosiawan Leak, Jumari HS, Lukni Maulana, Asyari Muhammad, Aziz Wisanggeni, Kidung Purnama, dan Puji Pistol. Peluncuran antologi puisi ini semakin lengkap dengan kehadiran putri bungsu Gus Dur, Inayah Wahid.
Aris Junaedi, Ketua Dewan Kesenian Kudus (DKK) yang merupakan ajudan Gus Dur mengutarakan, banyak penyair dari berbagai kota yang datang dalam peluncuran, utamanya mereka yang karya (puisi)-nya tercantum dalam antologi.
''Keluarga Gus Dur sangat mengapresiasi terbitnya antologi puisi buat Gus Dur ini. Pihak keluarga bahkan mendukung jika ada penerbitan buku puisi Gus Dur kedua,'' ujarnya saat memberikan sambutan peluncuran buku yang diterbitkan kerja sama DKK dan Forum Sastra Surakarta.
Inayah Wahid yang datang mewakili pihak keluarga besar Gus Dur mengutarakan, pihak keluarga memang sangat mengapresiasi terbitnya buku antologi puisi Gus Dur ini. ''Sebelum diterbitkan, mas Aris sudah berkomunikasi dulu dengan pihak keluarga,'' katanya
Kenapa ibundanya Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid tidak ikut hadir dalam launching buku ini, menurut dia karena konsentrasi terhadap gerakan yang berbeda. ''Ibu dan kakak-kakak saya gerakannya di bidang lain. Untuk seni, sastra, dan budaya, saya. Sejak awal, mas Aris ngajaknya saya, kebetulan saya (kuliahnya) dulu di sastra Indonesia,'' ungkapnya. (H61-32,88) suaramerdeka.com
L
e n t e r a
Kagem
: Gus Dur
saat
kertas
masih kosong
kau
gambari macan dan singa
lalu
tertulis tentang bulu-bulu mereka
yang
belang karena kerakusan warna
pelatuk
“melaksanaken” perintah beo
untuk
membredelnya
ketika
lokomotif
kereta tua
kau
jalankan, penumpang tak berkarcis
turut
serta pada gerbong kelas utama
“akulah
penggeraknya” sambil menepuk
pundak
laki-laki tua berkacamata
dan
seorang permpuan seusianya
untuk
mengangkat tangan bersama
sama
ia
mentari
yang biasa menyapa pagimu
merampas
siang, saat siluet menghantar sore
membangunkan
malam pada sebuah tahta
untuk
menukar mahkota dengan daun nangka
“maaf,
gerhana” katanya
karena
perputaran matahari saat menyinari bumi
harus
tercatat pada sebuah penanggalan
yang
berbeda warna
sungai
sungai
kering karena kemarau
taklagi
taat pada secangkir musim
yang
haus akan tetes dahaga kekuasaan
kau
adalah
tambang “menjilma“ naga
merangkul
dunia, mendekap, melingkarinya
menimba
sedalam bilik-bilik hati
menyirami titik-titik
“jagad” retak
walau
tanpa kitab dan ayat yang sama
karena
kita adalah sesama
sayub
kau masuki nadi dari pintu pori
pori
yang suci, dalam hati bercengkerama
tentang
rasa yang berimigrasi dari benua
ke
benua, lirih terucap dari daun bibirmu
“aku
kehilanganmu”
karena
“aku
meninggalkanmu”
“ku
titipkan peradaban bumi kepadamu,
karena bumi sudah kuikat dengan seutas tali”
Wangi melati buat Gus Dur
BalasHapusluar biasa.....hem..merindukanmu....ya dakhil
BalasHapusEkohm Abiyasa
BalasHapusMoti Peacemaker
terimakasih
Sama-sama pak Gamp.
HapusSalam dari Solo